Mengenal Efisiensi Anggaran: Menguntungkan atau Merugikan Masyarakat?

Infotren.id - Pada tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menargetkan efisiensi anggaran sebesar Rp 306,7 triliun. Pemangkasan ini mencakup belanja operasional kementerian/lembaga, transfer ke daerah, serta pengurangan pengeluaran untuk perjalanan dinas, pembangunan infrastruktur, dan pengadaan peralatan.

Beberapa sektor yang terdampak dari kebijakan ini, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, telah menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap potensi penurunan kualitas layanan yang dapat dirasakan masyarakat luas.

Kebijakan efisiensi anggaran merupakan upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penggunaan anggaran negara agar lebih efektif dan tepat sasaran. Namun, apakah langkah pemerintah untuk menerapkan peraturan tersebut lebih mengutamakan kepentingan masyarakat atau justru merugikan mereka?

Efisiensi anggaran merupakan strategi penting dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan menerapkan prinsip ini, pemerintah dapat memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Salah satu dampak positif dari efisiensi anggaran adalah pengurangan pemborosan. Dengan pengelolaan keuangan yang lebih cermat, pemerintah dapat menghindari pengeluaran yang tidak perlu dan mengalokasikan dana ke sektor yang lebih produktif. 

Hal ini memungkinkan pembangunan di berbagai bidang, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, untuk berjalan lebih efektif dan berdampak luas bagi masyarakat.

Namun, di balik manfaatnya, efisiensi anggaran juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat jika tidak dilakukan dengan bijak. Salah satu risiko yang muncul adalah pengurangan layanan publik. 

Dalam beberapa kasus, pemotongan anggaran dapat menyebabkan penurunan kualitas layanan kesehatan dan pendidikan, yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Dampak lainnya yang patut diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor publik. ***